Masih tertegun memandang tetesan air di siang itu. Aku duduk di samping gereja karena sebuah pesan singkat dari seseorang yang pernah menjadi teristimewa bagiku. Ku toleh ke arah jalan. Belum ku temukan, motor bebek yang suaranya sangat akrab di telingaku. Kembali ku tutup kerudung jaketku, ku letakkan kepalaku di atas lututku. Aku melanjutkan untuk menunggu.
Beberapa suara menghampiri telingaku di samping gereja yang tak begitu banyak orang. Di antara suara itu, ku dengar suara yang begitu lembut, katanya “Kamu dah lama nunggu di sini? Aku menunggumu di parkiran gereja?”. Ku buka kerudung jaketku dan ku pandang dia. Tidak ada sedikit marah pun ku temui di wajahnya, meskipun dia sudah menungguku begitu lama di parkiran gereja.
Dengan tangannya yang hangat, dia memegang tanganku. Membantuku untuk berdiri dan mengajakku beranjak ke tempat lain. Diboncengkannya aku dengan motor bebek yang sudah dikendarainya sejak awal kuliah dulu.
Sampailah kami di tempat itu. Tempat yang sering ku kunjungi tahun lalu. Banyak yang berubah dari tempat itu. Tirainya, warna dindingnya, posisi barang-barangnya. Mataku tertuju pada sebuah kertas yang tertempel di dinding. Tulisan huruf braille yang ditulisnya dengan tinta warna hitam dan dilengkapi tanda tangan pria itu. Kertas itu tak asing bagiku. Meski aku tak memahami isinya, pria itu pernah memberi tahuku bahwa tulisan itu berisi perasaannya kepadaku.
Ku ambil kertas itu dari dinding. Ku coba untuk mengingat kembali masa lalu ketika ditulisnya huruf braille itu. Ketika banyak hal yang kami lakukan bersama. Begitu bahagianya aku bersamanya. Semua hal dapat menjadi menarik ketika diceritakan. Semua hal dapat menjadi keceriaan meskipun hanya hal sederhana.
Di sisi lain, terdapat kebohongan kepada orang lain yang berada di tempat jauh. Kepada pria yang telah ku kenal lama. Pria yang sedikit kasar, namun selalu mencintaiku. Pria yang mudah marah dan pencemburu. Pria yang tak romantis sama sekali, namun selalu berusaha membahagiakanku.
Hatiku terbagi kepada dua orang pria. Namun kupilih dia yang jauh di sana. Entah karena cinta, rasa tidak tega atau karena ancaman. Aku memilih dia.
Aku menghindari pria bermotor bebek itu. Setiap aku berdekatan dengannya, aku mengalihkan pandanganku. Berpura-pura tidak melihatnya. Menjauh dan menghilang dari hadapannya.
Sikapku yang berubah membuatnya berubah pula. Kami sama-sama saling menjauh. Kami sama-sama pura-pura untuk tidak saling peduli. Meskipun begitu, sesekali aku tetap memikirkannya. Memikirkan sosok yang begitu lembut dan senantiasa memberikan kebahagiaan kepadaku ketika aku bersamanya. Memandang dari kejauhan untuk sekedar mengobati rindu. Mencari-cari gambar di media sosialnya secara diam-diam agar bisa selalu ku pandangi saat aku sendiri di kamar.
Sampai akhirnya ku ketahui, sudah ada wanita yang selalu ada di sampingnya. Aku mencoba untuk membuang seluruh harapanku kepada pria itu. Aku mencoba untuk menghormati pasangan yang sekarang ada di sampingnya.
Satu tahun berlalu, pria itu menghubungiku melalui pesan singkat. Sebuah pesan singkat yang membuat hatiku berdebar. Pesan singkat yang sekedar menanyakan kabar dan mengajakku untuk bertemu. Pesan singkat yang membuatku menunggunya di samping gereja.
Setelah kami bertemu, pria itu mengutarakan segala kebingungannya. Dia ingin mengetahui dan mencoba memperjelas apa yang terjadi kepadaku satu tahun yang lalu. Mempertanyakan sikapku yang aneh secara tiba-tiba. Menghindarinya tanpa alasan yang jelas saat itu.
Begitu lama kami berpura-pura untuk tidak saling peduli. Ternyata, banyak hal sama di antara kami. Sesekali dia juga diam-diam memandangiku dari kejauhan. Mencari foto-fotoku yang ada di dalam laptopnya. Merindukan aku seperti aku merindukan dia.
Banyak sekali cerita yang kami utarakan. Banyak pula keceriaan yang timbul saat kami hanyut dalam cerita. Kerinduan yang selama ini kami pendam perlahan dapat memudar. Kebingungan yang selama ini dirasakan juga menjadi sebuah kejelasan.
Suasana yang hangat timbul di antara kami. Meskipun kini keadaannya telah berbeda. Aku bersama dengan pasanganku dan dia bersama dengan pasangannya. Meskipun demikian, kami tetap saling mencintai satu sama lain. Mencintai dengan cara yang berbeda. Mencintai sebagai sahabat yang teristimewa.
Kami menyadari bahwa kami memilih keputusan untuk bersama dengan orang lain. Kami tak mungkin bersama. Yang dapat kami lakukan adalah menyimpan segala kenangan yang kami alami. Menyimpannya sebagai sebuah kenangan yang begitu indah dalam hidup kami.
"Mencinta dengan Cara Berbeda"
Diposting oleh
Unknown
on Minggu, 30 Oktober 2016
Label:
belajar nulis,
cinta segitiga,
flash fiction,
romance
0 komentar:
Posting Komentar